
Riuh Online — Gubernur Riau, Abdul Wahid, prihatin dengan kondisi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rokan Hulu yang terbengkalai dan tidak terawat. Pembangunannya mangkrak sejak tahun 2011 akibat permasalahan hukum yang menjerat beberapa pejabat di lingkungan Pemkab Rohul.
Gubri Abdul Wahid, bersama Bupati Rohul, Anton, dan Wakil Bupati Rohul, Saparuddin Poti, masuk ke dalam gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rokan Hulu yang terbengkalai. Keramik, kaca, dan plafon gedung RSUD Rokan Hulu hampir 60 persen sudah hancur dan tidak layak pakai.
Gubri juga sangat menyayangkan bangunan yang telah menghabiskan anggaran puluhan miliar rupiah, tetapi pembangunannya terbengkalai sejak tahun 2011. Akibatnya, masyarakat tidak bisa memanfaatkan rumah sakit yang sangat dibutuhkan.
“Memang sayang, bangunannya sudah ada tetapi tidak berfungsi sama sekali dan mubazir. Uang rakyat juga tertanam di situ dalam jumlah besar, tetapi rakyat belum bisa memanfaatkannya dan Pemda belum bisa mengatasinya,” tegas Abdul Wahid.
Usai meninjau kondisi gedung RSUD Rokan Hulu, Abdul Wahid menyampaikan bahwa ia akan membantu pembangunan kembali gedung tersebut pada tahun 2026. Mengingat pada tahun 2025 Pemprov Riau masih mengalami defisit anggaran, sehingga belum bisa melakukan perbaikan RSUD tersebut.
“Untuk RSUD Rokan Hulu, nanti kemungkinan akan kita bantu pada tahun 2026. Tadi kita sudah berbicara dengan Pak Kadis Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), kalau tahun 2025 ini sudah tidak ada anggarannya. Kita tahu semua harus efisiensi, kemungkinan tahun 2025 Pak Kadis akan menghitung terlebih dahulu berapa besar anggaran bantuannya,” ujar Abdul Wahid.
Abdul Wahid juga menyampaikan bahwa permasalahan hukum terkait pembangunan RSUD Rokan Hulu, berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Bupati Rohul, telah diselesaikan secara hukum dan tidak ada masalah lagi. Namun, perlu dikaji kembali apakah benar-benar sudah tidak ada kendala ke depannya.
“Untuk status RSUD ini, informasinya kasus hukumnya sudah selesai. Berdasarkan audit tahun 2021, anggaran yang dibutuhkan kemungkinan mengalami kenaikan akibat inflasi. Untuk fisiknya diperkirakan sekitar Rp 40 miliar, sedangkan untuk pengadaannya sekitar Rp 37 miliar, sehingga totalnya sekitar Rp 77 miliar,” jelasnya.
Penulis : Ygy
Sumber : Rls