
Riuh Online — engketa kepemilikan lahan antara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan organisasi masyarakat GRIB Jaya mencuat setelah BMKG secara resmi melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian. Lahan seluas 127.780 meter persegi yang dipermasalahkan terletak di Kelurahan Pondok Betung, Kota Tangerang Selatan, Banten. Dalam laporan resminya, BMKG mengklaim bahwa lahan tersebut adalah aset negara yang sah.
Laporan kepada Kepolisian Daerah Metro Jaya disampaikan BMKG pada Selasa, 20 Mei 2025, dengan nomor surat e.T/PL.04.00/001/KB/V/2025. BMKG meminta pengamanan terhadap aset tanah yang tengah dikembangkan sebagai lokasi pembangunan Gedung Arsip BMKG. Pihak BMKG menyebut bahwa lahan tersebut telah diganggu oleh pihak yang mengaku sebagai ahli waris dan oleh massa dari GRIB Jaya.
Plt. Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Akhmad Taufan Maulana, menyampaikan bahwa sejak pembangunan dimulai pada 2023, proyek kerap terhambat akibat intervensi pihak luar. Para pekerja disebut dipaksa menghentikan aktivitas konstruksi, alat berat ditarik keluar lokasi, dan papan proyek ditutup klaim sepihak. BMKG juga mencatat adanya pos dan bangunan liar yang didirikan di area tersebut.
Menurut BMKG, klaim kepemilikan negara didasarkan pada Sertifikat Hak Pakai (SHP) No. 1/Pondok Betung Tahun 2003 yang telah diperkuat dengan berbagai putusan pengadilan. Di antaranya adalah Putusan Mahkamah Agung No. 396 PK/Pdt/2000 tertanggal 8 Januari 2007 yang memiliki kekuatan hukum tetap. Namun, BMKG menyayangkan bahwa GRIB Jaya tidak menerima dan menolak putusan hukum tersebut.
BMKG menyebut proyek pembangunan Gedung Arsip menggunakan kontrak tahun jamak (multi-years) dengan masa pengerjaan 150 hari sejak 24 November 2023. Gangguan dari pihak luar dinilai menyebabkan kerugian bagi negara secara langsung. Karena itu, pelaporan ke kepolisian dianggap sebagai langkah untuk mengamankan aset negara yang sah.
Di sisi lain, GRIB Jaya melalui kuasa hukumnya, Wilson Colling, menyatakan bahwa lahan tersebut adalah milik ahli waris yang diwariskan secara turun-temurun. Klaim tersebut didasarkan pada dokumen girik yang disebut masih sah menurut hukum adat. Wilson juga menyebut bahwa BMKG tidak pernah memiliki hak atas seluruh area tersebut secara menyeluruh.
Menurut Wilson, pada 1970-an, BMKG sempat membeli sebagian lahan di sekitar lokasi yang disengketakan. Namun karena ahli waris tetap bertahan, BMKG menggugat ke pengadilan dan kalah di tingkat pertama hingga Mahkamah Agung. Putusan Peninjauan Kembali (PK) yang kemudian diajukan BMKG hanya dikabulkan sebagian dan tanpa perintah eksekusi.
Wilson menuding BMKG memanfaatkan surat penjelasan dari ketua pengadilan yang dianggap sebagai opini pribadi, bukan dokumen hukum. Surat tersebut lantas dipasang sebagai dasar hukum di plang proyek, yang oleh GRIB Jaya dianggap menyesatkan publik. Ia juga membantah isu bahwa pihaknya menerima uang Rp5 miliar dalam kasus ini.
Polda Metro Jaya menyatakan masih menyelidiki dugaan pendudukan ilegal lahan milik negara oleh GRIB Jaya. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Ade Ary Syam Indradi, mengatakan bahwa penyelidikan dilakukan oleh Subdirektorat Harta Benda Ditreskrimum. Sebuah plang penyelidikan resmi telah dipasang di lokasi sejak 2024 sebagai bagian dari proses hukum.
Pemerintah pusat melalui Menteri ATR/BPN Nusron Wahid turut menanggapi sengketa ini dan menyatakan akan mengecek status lahan secara menyeluruh. Nusron menegaskan bahwa organisasi masyarakat maupun pihak perorangan tidak dibenarkan menduduki tanah negara tanpa dasar hukum. Jika ada klaim sebagai ahli waris, maka bukti harus diuji di pengadilan.
Nusron menyebut bahwa warkah tanah yang disengketakan akan diverifikasi oleh BPN dan akan dicocokkan dengan data di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Selama tercatat sebagai Barang Milik Negara (BMN), maka tanah tersebut tetap dianggap sah milik negara. BPN saat ini tengah berkoordinasi dengan BMKG dan Polda Metro Jaya terkait status tanah di Pondok Betung.
Penulis : Ygy