
Riuh Online — Sebuah video viral menampilkan seorang komedian tunggal dengan sinkronisasi bibir sempurna dan suara yang terdengar alami, namun ternyata bukan hasil rekaman langsung, melainkan buatan kecerdasan buatan (AI). Ini hanyalah salah satu contoh dari kemajuan luar biasa yang ditunjukkan oleh Veo 3, alat AI video terbaru dari Google.
Mulai dari pertunjukan stand-up comedy hingga adegan musikal yang menyanyikan pujian untuk roti bawang putih, Veo 3 menunjukkan kemampuan luar biasa yang membuat banyak orang terkesima—dan sekaligus cemas. “Saya merinding saat pertama kali melihatnya, karena tidak ada tanda-tanda bahwa video itu dibuat oleh AI. Tidak ada petunjuk visual yang biasa muncul, dan hasilnya nyaris mustahil dibedakan dari rekaman asli,” ujar analis teknologi Carmi Levy kepada CTV News.
Berbeda dengan teknologi teks-ke-video sebelumnya yang kerap menghasilkan video patah-patah dan visual berkualitas rendah, Veo 3 mampu menciptakan gambar beresolusi tinggi, gerakan bibir yang sangat akurat, serta audio yang sinkron, termasuk suara manusia, musik, efek suara, dan latar belakang.
“Prosesnya kini jauh lebih sederhana dan hasil akhirnya sangat realistis, baik dari sisi gambar maupun suara,” jelas Levy. “Artinya, bahkan seseorang dengan keterampilan teknis minim pun dapat membuat video yang tampak sangat nyata.”
Saat ini, Veo 3 hanya tersedia di Amerika Serikat dan hanya bisa diakses oleh pelanggan Google dengan paket premium seharga US$249. Menurut sejumlah pengguna awal, kualitas hasil video dari Veo 3 sungguh mengesankan, terutama mengingat teknologi ini baru mulai berkembang sejak 2022.
Namun, di balik kekaguman terhadap kemampuannya, ada kekhawatiran yang tak bisa diabaikan. “Ini sangat realistis, dan Anda tidak bisa tahu itu palsu. Itu menakutkan, karena di tangan yang salah, teknologi ini bisa digunakan untuk tujuan merugikan,” tambah Levy.
Salah satu klip memperlihatkan figur-figur yang diciptakan oleh AI mengucapkan kalimat seperti “kita bisa bicara” dan “apa yang harus kita bicarakan?”, yang menimbulkan kekhawatiran tentang potensi penyalahgunaan teknologi untuk manipulasi atau penipuan.
“Ini lompatan besar, bukan hanya dalam kualitas suara, tetapi juga dalam kepatuhan terhadap instruksi yang diberikan,” ujar Mark Daley, Chief AI Officer di Western University, dalam wawancaranya dengan CTV News.
Google sendiri belum mempublikasikan secara rinci data apa yang digunakan untuk melatih Veo 3. Namun para ahli menduga YouTube, platform milik Google kemungkinan besar menjadi salah satu sumber data utama. “Model seperti ini butuh data besar untuk dilatih. Dan YouTube mungkin adalah sumber gambar dan suara terbesar di dunia,” tambah Daley.
Aengus Bridgman, direktur Media Ecosystem Observatory, memperingatkan bahwa video AI seperti ini dapat membahayakan integritas informasi digital. “Teknologi ini sangat sulit dibedakan dari rekaman nyata. Bagi kebanyakan orang, hampir mustahil mengetahui mana yang asli dan mana yang buatan,” ujarnya.
Bridgman mendorong masyarakat untuk berhati-hati dan skeptis terhadap konten dari sumber yang tidak dikenal. “Ikuti kreator yang Anda percayai, yang punya komitmen terhadap verifikasi. Karena jika tidak, Anda bisa tertipu oleh video yang tampak sepenuhnya meyakinkan.”
Meski Google menyebut Veo 3 sebagai alat yang dapat mendobrak kreativitas bagi para kreator, beberapa pihak menilai bahwa teknologi ini dapat mengancam industri film dan televisi. “Tinggal tunggu waktu saja sampai kita melihat film yang sepenuhnya dibuat oleh AI,” pungkas Levy.
Penulis : E Sains