
Riuh Online — Pekanbaru, 2 Juli 2025 – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyelenggarakan Konsultasi Publik terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Kedua atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Riau, Rabu (2/7/2025). Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan Komisi III DPR RI, FORKUMPIMDA Provinsi Riau, akademisi, serta lembaga swadaya masyarakat, termasuk Pusat Bantuan Hukum Lembaga Adat Melayu Riau (PBH LAMR).
Rekomendasi Strategis dari PBH LAMR
Dalam forum tersebut, Zainul Akmal, Ketua PBH LAMR, menyampaikan delapan masukan substantif untuk memperkuat RUU, antara lain:
- Perluasan Definisi Korban
Definisi “korban” tidak hanya mencakup individu tetapi juga kelompok, seperti Masyarakat Adat, dengan menambahkan frasa “orang dan/atau kelompok” dalam ketentuan. - Penegasan Pemberatan Sanksi Pidana serta memperluas subjek pelaku pelanggaran hingga mencakup ASN, Aparat Penegak Hukum (APH), dan Pegawai LPSK serta korporasi, sebagai subjek yang dapat dijerat pemberatan sanksi pidana jika melakukan:
- Menghambat proses perlindungan saksi/korban.
- Mengeksploitasi saksi/korban.
- Melakukan pelecehan.
- Pertanggungjawaban Pemilik Perusahaan
Pemegang saham korporasi wajib bertanggung jawab secara pidana atas kejahatan yang dilakukan perusahaannya, tidak hanya dari aspek finansial. - Penguatan Restitusi Korban
Perlunya pengaturan penyitaan/perampasan aset pelaku kejahatan untuk menjamin pemenuhan hak restitusi korban. - Ekspansi Kelembagaan LPSK
Pembentukan kantor perwakilan LPSK di setiap daerah untuk memperluas akses perlindungan. - Koordinasi dan kerjasama Antar-Lembaga
Koordinasi dan kerjasama wajib antara LPSK dengan APH, TNI, rumah sakit (psikolog/psikiater), dan instansi terkait lainnya, baik di tingkat pusat maupun daerah. - Layanan Perlindungan Cepat Tanggap
Perlindungan harus diberikan “sejak permohonan diajukan”, tanpa menunggu keputusan kelayakan. - Inisiatif Proaktif LPSK
LPSK harus aktif memberikan perlindungan dalam situasi darurat, kepada “korban termasuk tersangka tertentu”.

Dukungan dan Harapan
Zainul Akmal menegaskan, “Perubahan regulasi ini harus berorientasi pada keadilan substantif, bukan sekadar prosedural. Perlindungan hukum harus inklusif, terutama bagi kelompok rentan seperti Masyarakat Adat.”
Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya LPSK untuk menyusun kebijakan yang lebih responsif, mengakomodir masukan masyarakat, dan menjawab tantangan perlindungan saksi/korban di era kontemporer.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita riuh.online WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vb7HIzq7IUYcp9D91b2Y . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Sumber: RLS