(Riuhonlien) – Dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya seperti Vietnam dan Malaysia, Indonesia sering tertinggal dalam menarik investasi asing berskala besar. Misalnya, Apple telah berinvestasi US$15,8 miliar (sekitar Rp255,9 triliun) di Vietnam sejak 2019, tetapi investasinya di Indonesia baru mencapai US$100 juta dan belum terealisasi sepenuhnya. tidak punya. Apalagi, negara seperti Malaysia berhasil mendatangkan perusahaan besar seperti Alphabet, Amazon, Microsoft, dan NVIDIA dengan total investasi mencapai ratusan triliun rupiah.
Kendala utama bagi Indonesia adalah tingginya biaya ekonomi yang disebabkan oleh rumitnya prosedur perizinan dan administrasi serta kurangnya dukungan dari pihak berwenang. Tingkat output modal tambahan (ICOR) Indonesia diperkirakan mencapai 6,33 pada tahun 2023, juga mencerminkan efisiensi investasi yang rendah. Dibandingkan dengan Vietnam, di mana regulasinya lebih sederhana dan layanan investasi lebih kompetitif, Indonesia masih tertinggal jauh.
Selain persoalan regulasi, kurangnya antusiasme dari industri dalam negeri juga menjadi kendala. Indonesia hanya dapat memasok dua hingga empat komponen untuk mendukung produksi Apple. Sementara itu, Vietnam dapat memasok 280 hingga 320 bagian. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian besar perlu diberikan pada pengembangan daya saing industri dalam negeri.
Langkah strategis yang perlu diambil pemerintah antara lain penyederhanaan regulasi, penghapusan hambatan birokrasi, peningkatan kualitas talenta, dan peningkatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) agar lebih fleksibel bagi perusahaan teknologi. Termasuk di dalamnya adalah merevisi kebijakan. Hal ini akan memungkinkan Indonesia menjadi lebih menarik sebagai tujuan investasi dan meningkatkan daya saingnya di tingkat regional.
