
Riuh Online — Kebijakan Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM), kembali menjadi perbincangan publik setelah ia menggagas program membawa anak-anak yang dianggap “nakal” ke barak militer. Di tengah gelombang pro dan kontra, muncul pandangan berbeda dari akademisi dan pegiat pendidikan fitrah, Rachminawati, yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dan anggota Majelis PAUDASMEN PWA Jawa Barat.
Menurut Rachminawati, pendekatan yang ditempuh KDM bukanlah bentuk hukuman, melainkan langkah pemulihan terhadap anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang tidak mendukung perkembangan mereka secara utuh. “Di balik kontroversi ini, kita melihat keberanian seorang pemimpin berpikir di luar kebiasaan. Ini bukan tentang menggertak anak-anak, tapi tentang menyadarkan mereka melalui dialog dan keteladanan,” ujarnya pada Jumat (9/5/2025).
Pendidikan Anak, Tanggung Jawab Bersama
Rachminawati menekankan bahwa membentuk karakter anak bukan hanya tugas orang tua atau negara, melainkan tanggung jawab seluruh elemen masyarakat. Mengutip pepatah lama, “butuh satu kampung untuk mendidik satu anak,” ia melihat program KDM sebagai upaya menghidupkan kembali semangat gotong royong dalam dunia pendidikan.
“Yang dilakukan KDM bukan sekadar pembinaan anak bermasalah, tapi ajakan untuk bersama-sama menyembuhkan luka sosial yang ada dalam masyarakat,” katanya.
Pendampingan Psikologis dan Evaluasi Jangka Panjang
Meski memberikan dukungan terhadap inisiatif tersebut, Rachminawati mengingatkan agar program ini tidak berubah menjadi gimmick yang hanya bersifat populis. Ia menegaskan pentingnya keterlibatan psikolog, konselor, dan para ahli pendidikan dalam mendampingi proses ini, agar anak-anak yang mungkin memendam luka batin tidak semakin terpuruk.
“Pendekatan psikososial menjadi sangat penting. Anak-anak ini bisa jadi memikul beban yang tak tampak oleh mata. Kita harus berhati-hati agar mereka tidak mengalami trauma baru,” jelasnya. Ia juga menyoroti pentingnya perubahan pola asuh di rumah dan lingkungan sekolah. “Upaya pemulihan akan sia-sia jika anak kembali ke lingkungan yang justru menjadi sumber luka.”
Narasi yang Membangun
Menutup pernyataannya, Rachminawati mengajak publik dan media untuk tidak terjebak dalam narasi sensasional semata. Istilah seperti “anak nakal dibawa ke barak” menurutnya tidak mewakili esensi dari pendekatan yang dilakukan KDM.
“Yang harus kita soroti adalah semangat pemulihan, cinta, dan tanggung jawab kolektif. KDM telah mengambil langkah berani, dan tugas kita adalah mengawalnya agar langkah itu benar-benar menyembuhkan, bukan melukai. Agar anak-anak itu, dan kita semua, bisa kembali pada fitrah terbaik kita sebagai manusia,” pungkasnya.
Penulis : E Sains
Sumber : Pikiran Rakyat